Wednesday, June 15, 2016

Memaknai Sebuah Proses Pembelajaraan

Dear all,

Sekedar sharing terhadap apa yang saya pikirkan mengenai sebuah proses pembelajaran di dalam kehidupan sehari-hari, baik secara formal di sekolah ataupun informal di keluarga dan masyarakat. Apalagi pada saat ini sarana kita untuk belajar hal-hal baru menjadi semakin mudah dengan adanya akses berbagai informasi di Internet maupun media-media lainnya. Sangat berbeda dibanding 10-20 tahun lalu, dimana kita harus bertemu langsung dengan narasumbernya atau harus mendapatkan buku-buku yang sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Saya ingat sebuah filosofi lama (maaf belum ketemu sumber aslinya dari mana) mengenai belajar adalah seperti mengisi air di gelas. Ada beberapa syarat yang harus kita lakukan agar bisa mengisi air dalam gelas, yaitu terbuka, kosong dan lebih rendah. Saya coba ulas satu-persatu syarat tersebut di bawah ini, dari persepsi dan pemahaman saya pribadi.

Ketika kita ingin mempelajari sesuatu yang baru, pasti hal pertama yang harus dilakukan adalah membuka pikiran dan hati kita. Seberapa hebat dan tingginya tingkat pendidikan kita, tidak akan pernah bisa menerima hal-hal baru jika kita menutup diri dan menganggap hal tersebut tidak bermanfaat bagi kita. Ternyata, bukan hal yang mudah untuk bisa membuka pikiran dan hati kita apalagi kita sudah mendapatkan gelar pendidikan yang tinggi dan posisi jabatan yang lumayan. Belum lagi jika emosi sudah menguasai pikiran/hati kita, pasti akan selalu menganggap hal-hal lain yang berbeda dengan kita sebagai sesuatu yang salah dan tidak perlu dipelajari dan dipahami. Apakah itu di lingkungan pembelajaran formal misal di forum-forum ilmiah di suatu institusi pendidikan, atau debat tentang apapun (politik, sosial, kesehatan dan lain-lain), ataupun di lingkungan informal seperti diskusi ringan di rumah ataupun masyarakat. Baik melalui pertemuan secara fisik atau melalui media eletronik seperti Social Media, email, chat dan sejenisnya. Marilah kita merenung sejenak dan membuka pikiran dan hati kita agar bisa mempelajari dan memahami apa yang sedang terjadi. Seperti membuka tutup gelas sehingga pengisian air bisa dilakukan. 

Hal kedua adalah mengosongkan pikiran dan hati, walau bukan dalam artian sebenarnya. Lebih kepada bagaimana kita menata ulang lagi apa-apa yang sudah kita pahami, agar ada tempat untuk hal-hal baru yang sedang kita pelajari. Tidak seperti gelas yang penuh terisi air, sehingga tidak bisa diisi lagi atau akan tumpah, insya Allah kita dikarunia otak/hati yang sangat luas dan tidak akan pernah bisa penuh ketika kita mampu mengaturnya. Biarkan seluruh indera kita menerima hal-hal baru tersebut, yang nantinya akan proses lagi perlahan-lahan dalam rangka memahami, mungkin akan terjadi proses pertentangan, yang nantinya akan mengendap menjadi suatu pengetahuan baru. Jika hal-hal tersebut tidak sesuai dengan kita, dengan perlahan-lahan kita lupakan tanpa harus disimpan lebih dalam lagi. 

Bagian terakhir adalah kerelaaan kita menempatkan diri lebih rendah dari sumber informasi atau pengetahuan baru yang akan kita pelajari. Mengisi air ke dalam gelas secara normal, sesuai hukum gravitasi, harus menempatkan gelas lebih rendah agar air bisa mengalir. Beda cerita kalau kita menggunakan pompa atau alat bantu sejenisnya ya hehe. Sumber informasi/pengetahuan tersebut mungkin bisa berasal dari anak kita, dari murid/mahasiswa, atau bawahan di kantor, masyarakat awam dan sebagainya. Ternyata banyak hal baik yang bisa kita pelajari dan pahami di luar sana, walau dari sumber yang kebetulan posisinya lebih rendah (usia, pengalaman, kedudukan dan lain-lain). Untuk itu, kita harus bisa merendahkan hati untuk bisa menampung aliran informasi/pengetahuan baru masuk ke dalam hati dan pikiran kita. Hal ini pun juga tidak mudah dilakukan, apalagi kita sudah merasa sebagai nara sumber yang sudah dipercaya di mana-mana. Kita harus ikhlas memahami bahwa mungkin saja pemahaman kita saat ini tidak tepat lagi dan mampu bisa menerima masukan-masukan tersebut. 

Semoga sebuah tulisan sederhana ini bisa menyadarkan kita semua, terutama untuk saya pribadi, dalam memaknai sebuah proses pembelajaran. Dalam kondisi saat ini yang begitu banyaknya informasi bertebaran di sana-sini dari berbagai sumber yang tidak jelas keabsahannya, kita bisa menerapkan 3 hal tersebut di atas. Menjadi kewajiban bagi kita juga, jika sudah memahami proses tersebut untuk menyebarkan di lingkungan sekitar. Semoga kita semua bisa menjadi makhluk pembelajar yang baik, santun, beretika dan bermanfaat bagi semuanya, aamin YRA. 

Salam hangat dari Jogja, 11 Mei 2016 
Surahyo Sumarsono